Setelahmakam Imam Nawawi, kini giliran makam sayyid Abdullah bin Mahfudz al Haddad yang menjadi korban keganasan mereka. Jika bangunan qubah diatas kubur yang menjadi alibi mereka, Maka sungguh Ini adalah kasus yang dipenuhi kekeliruan, mereka salah memahami dalil. 1.
DAMSYIK26 Sept. - Seorang pegawai kanan pergerakan pejuang Palestin, Hamas terbunuh hari ini apabila sebutir bom meletup di dalam keretanya di Damsyik, Syria. Hasrat untuk menziarahi makam Imam Nawawi di daerah Nawa tidak tercapai apabila kami kesuntukan waktu dengan perut berkeroncong.
Iahafal di luar kepala jalur keilmuan tersebut yaitu melalui pendiri NU, Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari berguru kepada Syekh Mahfudz at-Termasi, Syekh Nawawi al-Bantani, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Imam Ahmad ad-Dasuqi, Imam Ibrahim al-Baijuri, Imam Abdullah as-Sanusi, Imam 'Abduddin al-'Iji, Imam Muhammad bin Umar Fakhrurrazi.
Semasaitu, bandar Kobe juga tidak ketinggalan menerima akibatnya. Boleh dikata Kobe menjadi padang jarak padang terkukur. Ketika bangunan di sekitarnya musnah sama sekali, Masjid Muslim Kobe tetap berdiri tegak. Masjid ini hanya mengalami keretakan pada dinding luar dan semua kaca tingkapnya pecah. Bahagian luar masjid.
Tagscủa Bom Makam Imam Nawawi II SongkoLingi92: #Bom #Makam #Imam #Nawawi #SongkoLingi92. Bài viết Bom Makam Imam Nawawi II SongkoLingi92 có nội dung như sau: SongkoLingi92 Akibat perang saudara di Suriah, makam Imam Nawawi terkena imbas. Makam ahli fikih dan hadits itu dibom Từ khóa của Bom Makam Imam Nawawi II SongkoLingi92
lXtcZfR.
Imam Nawawi beri peringatan kepada peziarah makam Nabi Muhammad SAW. Ilustrasi makam Nabi Muhammad SAW JAKARTA— Secara umum, ziarah kubur merupakan sunNah dan dianjurkan dengan tujuan untuk mengingat akhirat serta kematian. Selain itu, ziarah kubur dilakukan untuk mendoakan penghuni kubur. Keumuman hukum ziarah kubur ini juga berlaku ketika ziarah kubur ke makam Nabi. Akan tetapi, ziarah kubur nabi akan menjadi cacat tatkala orang yang berziarah kubur ke makam Nabi melakukan sejumlah hal yang kurang pantas. Beberapa di antaranya adalah mengusapkan tangan dan mencium makam. Hal ini sebagaimana disampaikan antara lain salah satu ulama Mazhab Syafii, yaitu Imam An-Nawawi dalam Syarh Al-Majmu Syarh Al-Muhazab. Imam An-Nawawi berkata لَا يَجُوزُ أَنْ يُطَافَ بِقَبْرِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيُكْرَهُ إلْصَاقُ الظُّهْرِ وَالْبَطْنِ بِجِدَارِ الْقَبْرِ قَالَهُ أَبُو عُبَيْدِ اللَّهِ الْحَلِيمِيُّ وَغَيْرُهُ قَالُوا وَيُكْرَهُ مَسْحُهُ بِالْيَدِ وَتَقْبِيلُهُ بَلْ الْأَدَبُ أَنْ يَبْعُدَ مِنْهُ كَمَا يَبْعُدُ مِنْهُ لَوْ حَضَرَهُ فِي حَيَاتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا هُوَ الصَّوَابُ الَّذِي قَالَهُ الْعُلَمَاءُ وَأَطْبَقُوا عَلَيْهِ ولاَ يُغْتَرَّ بِمخالفةِ كثيرينِ من العوام وفعلِهم ذلك، فإنَّ الاقتداءَ والعملَ إنَّما يكون بالأحاديثِ وأقوال العلماءِ، ولا يُلتفت إلى مُحدَثَات العوام وغيرِهم وجَهالاَتِهم، وقد ثبتَ في الصحيحين عن عائشة رضي الله عنها أنَّ رسول الله قال مَن أحدَثَ في دِينِنا هذا ما لَيس منه فهو ردٌّ ، وفي رواية لمسلم مَن عمِلَ عَمَلاً ليس عليه أمرُنا فهو ردٌّ ، وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تَجعَلوا قَبْرِي عيداً، وصلُّوا عليَّ، فإنَّ صلاتَكم تَبلُغُنِي حَيثمَا كنتم ، رواه أبو داود بإسنادٍ صحيح، وقال الفضـيلُ بنُ عِياض رحمه الله ما معناه اتَّبِعْ طُرُقَ الهُدى ولا يَضُرَّكَ قِلَّةُ السَّالكين، وإيّاك وطُرُقَ الضَّلالَةِ ولا تَغْتَرَّ بكَثرةِ الهالكين ، ومَن خَطَرَ ببالِه أنَّ المسحَ باليد ونحوِه أبلغُ في البَركَةِ، فهو من جهالَتِه وغفلَتِه؛ لأنَّ البَرَكةَ إنَّما هي فيما وافقَ الشَّرعَ، وكيف يُبتغَى الفضلُ في مخالَفَةِ الصوابِ، "Tidak boleh tawaf di makam Nabi ﷺ, dan dibenci menempelkan perut dan punggung di dinding kuburan. Hal ini telah dikatakan al-Halimy dan lairmya. Dan dibenci mengusap makam dengan tangan dan dibenci mencium makam. Bahkan, adab ziarah makam Nabi adalah menjauh dari Nabi sebagaimana ia menjauh dari Nabi kalau bertemu Nabi ﷺ tatkala masih hidup. Dan inilah yang benar, dan inilah perkataan para ulama, dan mereka telah sepakat akan hal ini. Dan hendaknya jangan teperdaya oleh banyaknya orang awam yang menyelisihi hal ini karena teladan dan amalan itu dengan perkataan para ulama. Jangan berpaling pada perbuatan-perbuatan baru yang dilakukan oleh orang-orang awam dan kebodohan-kebodohan mereka. Sungguh mulia Abu Ali al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah telah berbuat baik dalam perkataannya "Ikutilah jalan petunjuk dan tidak masalah jika jumlah pengikutnya yang sedikit. Berhati-hatilah akan jalan kesesatan dan jangan teperdaya oleh banyaknya orang yang binasa karena mengikuti jalan kesesatan". Barangsiapa yang terbetik di benaknya bahwasanya mengusap kuburan dengan tangan dan perbuatan yang semisalnya lebih berkah, hal ini karena kebodohan dan kelalaiannya karena keberkahan itu mengikuti syariat dan perkataan para ulama. Bagaimana mungkin keutamaan bisa diraih dengan menyelisihi kebenaran?"
Jumat Pon, 16 Juni 2023 Letak makam Mbah Imam Nawawi terpencil di pingir Sungai Gunting di Jombang Jawa Timur. Tidak seperti tempat ziarah lain, makam ini dipercaya bertuah berkah keselamatan. Sebagian peziarah malah melakukan tapabrata berguru ilmu kasekten’ kepada yang sumare. Logikanya, mana mungkin arwah dijadikan guru ? Tapi itulah yang terjadi ketika Merapi ke sana pekan lalu meski terpencil letaknya, makam ini memiliki daya tarik khusus di Jombang. Terhampar di desa Mancilan, Mojoagung. Menurut sejarahnya Mbah Nawawi masih keturunan Keraton Cirebon. Dia mengembara dan melakukan syiar agama sampai di perbatasan Jombang. Ketika itu, Jombang sedang menjadi ajang pertempuran seru melawan penjajah Belanda. Prihatin melihat nasib bangsanya, beliau lalu mendirikan padepokan untuk melatih beladiri pemuda setempat. Karena sikapnya itu, Mbah Nawawi sempat ditangkap dan disiksa Kompeni. Tapi siksaan itu tak menyurutkan semangat Mbah Nawawi dalam membela bangsa. Suatu kali dia mendapat berondongan senapan serdadu Kompeni. Tapi Mabah Nawawi tidak juga tersungkur. Bahkan dia menantang Kompeni untuk menghabiskan pelurunya. Baca juga Teror Jin yang Mengganggu AnakkuFengshui Meja KerjaMengenal Kemampuan Anak IndigoChakra Swadhisthana dan KarakteristiknyaSejarah Ilmu HipnotisMelihat kesaktian Mbah Nawawi, serdadu Kompeni lalu kabur. Kabar kesaktian Mbah Nawawi pun menyebar. Banyak orang datang berguru kepadanya. Dan uniknya, meski beliau sudah meninggal, makamnya masih dipakai berguru ! Peziarah percaya, mereka bisa mendapat ilmu dari roh Mbah Nawawi. Menurut Wahab 60 jurukunci makam itu, sudah lama makam Mbah Nawawi menjadi tempat tapabrata dan lelaku bagi orang yang senang dengan ilmu-ilmu kanuragan. “Kesaktian Mbah Nawawi sudah dikenal banyak orang. Bahkan setelah meninggal pun kesaktiannya masih sering terasa’. Barangkali karena kesaksian itulah arwah Mbah Nawawi dipercaya bisa diturunkan kepada mereka,” kata Wahab. Wahab mencontohkan, ketika terjadi banjir bandang sekitar delapan tahun lalu yang menenggelamkan area persawahan dan menjebol tanggul serta jembatan, makam Mbah Nawawi tidak tersentuh air sedikit pun. Terang saja makam itu jadi tempat pengungsian warga sekitarnya. Ketika Merapi datang ke sana, terdapat 8 orang yang masih menjalani tapabrata. “Makam ini bebas untuk siapa saja yang ingin mendapat ilmu dari Mbah Nawawi. Asal niatnya bersih tidak lama pasti akan mendapatkan apa yang diinginkan” tambah Wahab. Belum lama makam Mbah Nawawi kedatangan buronan polisi dari Blitar. Kepada Wahab, TN buronan itu mengatakan ingin mendapat ilmu dari Mbah Nawawi. Karena memang tidak tahu bahwa TN residivis, Wahab pun menyilakan. TN kemudian masuk makam. “Kalau nggak salah pada hari keempat, sewaktu tidur saya terbangun mendengar orang teriak-teriak dari cungkup makam Mbah Nawawi. Ternyata yang menangis adalah TN,” jelas Wahab. Menurut pengakuan TN, dia merasa didatangi arwah Mbah Nawawi dan menyarankan agar TN menyerahkan diri kepada aparat kepolisian. Tapi TN menolaknya. Entah diapakan oleh Mbah Nawawi, kepala TN babak bundhas. Lebih jauh TN mengaku, bila tidak mau menyerahkan diri, siluman ular Mbah Nawawi akan meberi pelajaran pahit pada TN. Tapi kalau TN mau menyerah, kelak akan mendapat ajaran kanuragan dari Mbah Nawawi. Setelah TN menerima saran arwah Mbah Nawawi, keesokkan harinya pemuda setempat mengantar TN ke Polres Jombang untuk menyerahkan diri. Jadi tidak sembarang orang bisa masuk Makam mbah Nawawi. “Orangnya harus bersih jiwa dan hati. Sebab ilmu Mbah Nawawi bukan ilmu hitam,” kata Wahab. Setiap malam Jumat Legi makam ini penuh peziarah, sampai tempat parkir kendaraan tidak mencukupi. Yang datang tidak hanya warga lokal, tapi juga dari Banten, Cirebon dan Banyuwangi. Daerah-daerah tersebut memang terkenal dengan kedahsyatan ilmu kanuragannya. Kebanyakan peziarah datang dari berbagai perguruan beladiri. Yang dilakukan hanya sholawatan dan mujahadah bareng-bareng dekat areal makam Mbah Nawawi. “Biasanya, saat seperti itu Mbah Nawawi muncul’ dengan jubah dan sorban hijau. Kadang pada malam-malam tertentu Mbah Nawawi berjalan’ menggandeng dua putrinya. “Sering ada yang melihat ada kakek berjalan berkeliling makam menggandeng dua gadis. Itulah Mbah Nawawi,” tambah Wahab. NGIDANG Merupakan puasa yang hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja. Selain daripada itu tidak diperbolehkan. FENOMENA sesuatu yang keberadaannya dapat dirasakan oleh panca indera dan dapat dijelaskan secara ilmiah.
Son nom et sa généalogie Il s’agit du noble savant, l’Imâm, le Sheikh de l’Islam, l’appeleur à Dieu, l’Argument, un des piliers de l’Ecole Juridique Shaféite, Sayyidî Muhyiddîn, Abû Zakariyyâ, Yahyâ Ibn Sharaf Ibn Marrî Ibn Hasan Ibn Husayn Ibn Hizâm Ibn Muhammad Ibn Jumu`ah An-Nawawî, que Dieu l’agrée. Son enfance Il naquit en 631 dans le village de Nawâ — un village affilié à Damas en Syrie. Il apprit le Coran dans son enfance et se forma dans diverses sciences islamiques comme le Hadîth, la Langue Arabe et le Fiqh. Doté d’une excellente mémoire, l’Imâm An-Nawawî se dépensait dans l’apprentissage des sciences religieuses et assistait quotidiennement à près de douze cours traitant de diverses branches des sciences islamiques. Les signes de l’excellence et la piété apparurent en lui dès son enfance. Son père raconte que la veille du 27e jour de Ramadan en l’an 638 le jeûne An-Nawawî, alors âgé de sept ans, dormait auprès de lui. Il se réveilla et s’exclama mon père ! quelle est cette lumière qui emplit la maison ?! ». Son père dit Nous nous sommes réveillés et ne vîmes aucune lumière. Nous avons alors su qu’il s’agissait de Laylat Al-Qadr La Nuit du Destin ». Sheikh Yâsîn Ibn Yûsuf Al-Marrâkishî raconte “J’ai vu le Sheikh [ An-Nawawî] à Nawâ alors qu’il n’avait que dix ans. Les enfants essayaient de le forcer à jouer avec eux, mais il fuyait en récitant le Coran et pleurait de leur comportement. Son amour s’installa alors dans mon cœur. Son père le fit travailler dans une petite boutique, mais les ventes et les achats ne le distrayaient guère de la récitation du Coran. Je partis voir celui qui lui enseignait le Coran et lui recommandai de lui porter des soins particuliers. Je lui dis Il est à espérer que ce garçon devienne le plus savant des gens de son temps et le plus versé dans l’ascétisme parmi eux, et il est à espérer que les gens bénéficient de son savoir ». Tu prédis l’avenir ?! » m’a-t-il répondu. Non, dis-je, mais Dieu m’a fait dire cela ».”. L’enseignant de Sheikh An-Nawawî rapporta cela à son père qui lui accorda beaucoup de soins, si bien que l’Imâm An-Nawawî termina l’apprentissage du Coran vers sa puberté. Ses Sheikhs Nous ne dresserons pas ici une liste exhaustive des Sheikhs et professeurs de l’Imâm An-Nawawî, tant ils sont nombreux. Nous citerons pour les diverses disciplines islamiques les principaux enseignants qui formèrent l’Imâm An-Nawawî. 1- En Fiqh jurisprudence islamique Son premier Sheikh en Fiqh fut l’ascète, le juriste shaféite, Abû Ibrâhîm Ishâq Ibn Ahmad Ibn Othmân Al-Maghribî Al-Maqdisî. Puis il s’initia auprès de son Sheikh, l’Imâm, le dévot, le Mufti de Damas à l’époque, Abû Muhammad Abd Ar-Rahmân Ibn Nûh Ibn Muhammad Ibn Ibrâhîm Ibn Mûsâ Al-Maqdisî Ad-Dimashqî. Ensuite, il eut comme professeur, l’Imâm, le Mufti, Abû Hafs `Omar Ibn As`ad Ibn Ghâlib Al-Irbîlî. Citons également parmi ses Sheikhs en Fiqh, l’Imâm Abû Al-Hasan Ibn Al-Hasan Al-Irbîlî Al-Halabî Ad-Dimashqî. 2- Dans la voie du Tasawwuf At-Tarîq L’Imâm As-Sakhâwî dit “As-Subkî a dit dans At-Tabaqât Al-Kubrâ que son Sheikh dans la voie est Sheikh Yâsîn Al-Marrâkishî. En témoigne la parole d’Adh-Dhahabî que nous avons déjà mentionnée Sheikh An-Nawawî partait le voir, s’éduqait en sa compagnie et lui rendait visite. Il espérait sa bénédiction et le consultait dans ses affaires.” 3- Dans les lectionnaires coraniques Al-Qirâ’ât Al-Lakhmî affirma que l’Imâm An-Nawawî connaissait le Coran avec les sept lectionnaires. Toutefois, il n’a pas mentionné ses enseignants dans cette discipline. Il se peut qu’il les ait appris auprès de son Sheikh, l’Imâm Abû Shâmah — qui dirigea Dar Al-Hadîth Al-Ashrafiyyah à Damas avant l’Imâm An-Nawawî [1]. 4- En Hadîth Il étudia Sahîh Muslim et la majeure partie de Sahîh Al-Bukhârî auprès de son Sheikh, Abû Ishâq Ibrâhîm Ibn `Îsâ Al-Murâdî Al-Andalusî Ash-Shâfi`î. Il étudia Al-Kamâl fî Asmâ’ Ar-Rijâl [2] auprès du mémorisateur du Hadîth, Sheikh Az-Zayn Abû Al-Baqâ’ Khâlid Ibn Yûsuf Ibn Sa`d An-Nâbulsî. Il accompagna également le savant du Hadîth, l’Imâm Ad-Diyâ’ Ibn Tammâm Al-Hanafî et profita de son savoir. Il écouta le Hadîth enseigné par un certain nombre de savants dont Abû Ishâq Ibrâhîm Ibn `Alî Ibn Ahmad Ibn Fadl Al-Wâsitî. Abû Al-`Abbâs Ahmad Ibn `Abd Ad-Dâ’im Al-Maqdisî Abû Muhammad Ismâ’îl Ibn Ibrâhîm Ibn Âbî Al-Yusr At-Tanûkhî Abû Muhammad `Abd Ar-Rahmân Ibn Sâlim Ibn Yahyâ Al-Anbârî As-Shams Abû Al-Faraj `Abd Ar-Rahmân Ibn Abî `Omar Muhammad Ibn Ahmad Ibn Qudâmah Al-Maqdisî — l’un de ses plus grands Sheikhs. Le Sheikh des Sheikhs Shaykh Ash-Shuyûkh Ash-Sharaf Abû Muhammad `Abd Al-`Azîz Ibn Abî `Abd Allâh Muhammad Ibn `Abd Al-Muhsin Al-Ansârî Le juge `Imâd Ad-Dîn Abû Al-Fadâ’il `Abd Al-Karîm Ibn `Abd As-Samad Ibn Al-Horastânî. 5- En grammaire et langue arabe Parmi ses Sheikhs dans cette discipline citons Al-Fakhr Al-Mâlikî, Sheikh Abû Al-`Abbâs Ahmad Ibn Sâlim Al-Misrî et Sheikh Al-Jamâl Abû Abd Allâh Muhammad Ibn Abd Allâh Ibn Mâlik Al-Jiyânî. 6- En Usûl Al-Fiqh Fondements de la Jurisprudence Islamique Il étudia une partie d’Al-Muntakhab [3] et Al-Mustasfâ [4] auprès du juge, le juriste shaféite, Abû Al-Fath `Omar Ibn Bundâr Ibn `Omar Ibn `Alî At-Taflîsî. L’Imâm As-Sakhâwî dit “Il étudia également la majeure partie de Mukhtasar Ibn Al-Hâjib auprès du Grand Juge de Damas, Al-`Izz Abû Al-Mafâkhir Muhammad Ibn Abd Al-Qâdir Ibn Abd Al-Khâliq Ibn As-Sâ’igh”. Ses ouvrages Sayyidî l’Imâm An-Nawawî ne se maria pas et n’eut par conséquent aucune descendance. Mais ses meilleurs héritiers sont certainement ses remarquables ouvrages. – Il composa un précieux commentaire de Sahîh Muslim. Il commenta également une partie de Sahîh Al-Bukhârî ; il s’arrêta à Kitâb Al-`Ilm Le Livre du Savoir, et intitula son commentaire At-Talkhîs. Il commença aussi un commentaire de Sunan Abî Dâwûd. L’Imâm As-Sakhâwî dit “Il arriva à la partie traitant des ablutions et intitula son commentaire Al-Îjâz. J’ai entendu dire que l’ascète de son temps, Ash-Shihâb Ibn Raslân, a repris intégralement cet écrit de l’Imâm An-Nawawî au début de son propre commentaire de Sunan Abî Dâwûd, et ce en guise de tabarruk [5]”. – Il écrivit également deux valeureux ouvrages répandus parmi les musulmans et les étudiants en sciences islamiques Al-Adhkâr et Riyâd As-Sâlihîn. – On lui doit aussi Al-Arba`în An-Nawawiyyah, qu’il acheva 668 – Il aborda l’éthique des mémorisateurs du Noble Coran dans son ouvrage At-Tibyân fî Âdâb Hamalat Al-Qur’ân. L’Imâm As-Sakhâwî témoigna de l’importance de ce ouvrage en disant “C’est un livre précieux dont on ne peut se passer, surtout les récitateurs et les enseignants de la récitation coranique”. – Il composa aussi At-Tarkhîs fil-Ikrâm wal-Qiyâm. L’Imâm As-Sakhâwî dit “C’est un ouvrage pour les gens de vertus et leurs semblables”. – Il écrivit dans de domaine de l’ascétisme et du soufisme Bustân Al-`Ârifîn Le Jardin des Gnostiques. – On lui doit aussi, entre autres Rawdat At-Tâlibîn, Al-Minhâj, Al-Manâsik fil-Fiqh, Al-Fatâwâ An-Nawawiyyah, Tabaqât Al-Fuqahâ’, Tahdhîb Al-Asmâ’ wal-Lughât, Tashîh At-Tanbîh, At-Tahqîq, Ru’ûs Al-Masâ’il wa Tuhfat Ashâb Al-Fadâ’il. Ses qualités et ses mérites L’Imâm An-Nawawî chemina sur la voie de la piété et les sentiers du scrupule et de la dévotion qui caractérisaient l’époque des Compagnons du Messager de Dieu. Le gnostique Abû Abd Ar-Rahîm Al-Akhmîmî dit de lui “Il cheminait sur la voie des Compagnons, que Dieu les agrée. Je ne connais nul autre de son époque qui cheminait sur leur voie”. Sheikh Ibn Al-`Attâr et l’Imâm As-Sakhâwî citèrent les témoignages de divers savants et gnostiques affirmant que l’Imâm An-Nawawî atteignit le rang de Pôle Qutb — sommité parmi les walîs les alliés à Dieu — de son temps. At-Taqiyy Muhammad Ibn Al-Hasan dit “De nombreux prodiges karamât furent rapportés de lui. Entre autres […] l’ouverture de portes fermées par un cadenas et la refermeture de la porte, la scission d’un mur et la sortie d’un homme d’une belle apparence — ils échangèrent tous deux des propos sur la vie de l’ici-bas et celle de l’Au-delà -, sa réunion avec des walîs occultés, et son dévoilement de pensées secrètes des autres […].” Il fut connu pour son ascétisme, la simplicité de ses habits — il s’habillait en coton et portait un turban — et la modestie de son habitat. Il avait un seul repas par jour qu’il consommait le soir avant de s’adonner aux œuvres de dévotion et la composition d’ouvrages islamiques. Sheikh Abû Al-`Abbâs Ibn Farûkh dit de lui “Il a réuni trois degrés, chacun d’eux aurait suffi pour que les gens viennent de loin pour le voir et apprendre de lui le degré du savoir, le degré de l’ascétisme et le dégré de l’appel au bien et de l’interdiction du blâmable”. Outre sa dévotion et son ascétisme, l’Imâm An-Nawawî était un homme patient, n’hésitant pas à appeler aux vertus et à réprimander les vices et le mal. Distingué par sa dignité et sa science, il agissait sans crainte aucune de la réaction des Sultans ou des hommes influents. L’Imâm Ibn As-Subkî dit de lui “Il fut un maître et un chaste. Il fut aussi un ascète. Peu lui importait que sa vie ici-bas devienne une ruine, tant que sa religion était florissante. Il était distingué par son ascétisme et son contentement de ce que Dieu lui accorde. Il marchait sur les pas des pieux prédécesseurs de Ahl As-Sunnah wa Al-Jamâ`ah. Dévoué et patient dans les voies du bien, il ne perdait pas un instant dans des œuvres n’impliquant pas l’obéissance à Dieu”. En 665 il commença à enseigner à Dâr Al-Hadîth Al-Ashrafiyyah, à Damas. Il refusa d’être rémunéré pour l’enseignement qu’il dispense et accomplit le pèlerinage deux fois dans sa vie. À la fin de sa vie, il séjourna dans son village, Nawâ. Certains pieux lui ordonnèrent de visiter Al-Quds Jérusalem et Al-Khalîl. Il le fit puis retourna à son village natal chez ses parents. Il fut atteint d’une maladie et son âme retourna à Dieu au cours du mois de Rajab, en l’an 676 Il fut enterré dans son village. Puisse Dieu l’agréer et puisse-t-Il déverser sur sa tombe les signes de Sa Miséricorde. article se base exclusivement sur Tuhfat At-Tâlibîn fî Tarjamat Al-Imâm An-Nawawî, par son élève dévoué, Sheikh Ibn Al-`Attâr et Al-Manhal Al-`Adhb Ar-Rawî fî Tarjamat Qutb Al-Awliyâ An-Nawawî La Source d’Eau douce dans la biographie du Pôle de l’Islam An-Nawawî, par Sheikh Al-Islâm Shams Ad-Dîn As-Sakhâwî. Notes [1] Il est à noter que l’Imâm An-Nawawî ne fut pas cité dans les livres biographiques traitant des mémorisateurs des lectionnaires coraniques ni l’Imâm Adh-Dhahabî, ni Ibn Al-Jazrî, ni les savants qui ont vécu entre eux ne l’ont cité.[2] écrit par le Hâfidh, `Abd Al-Ghanî Al-Maqdisî.[3] écrit par l’Imâm, l’exégète, Fakhr Ad-Dîn Ar-Râzî.[4] écrit par l’Imâm, l’Argument de l’Islam, Abû Hâmid Muhammad Al-Ghazâlî.[5] Le tabarruk, c’est le fait de rechercher le bénédiction. Sheikh Ash-Shihâb Ibn Raslân portait une grande estime pour l’Imâm An-Nawawî et considérait que reprendre son écrit et le joindre à son propre ouvrage était une cause de bénédiction divine. Source
Pemirsa Hari ini Judul Makam Imam Nawawi Dibom Sekte WahabiHari Rabu, 7/1, Suriah kembali diguncang oleh ledakan bom. Kali ini targetnya adalah makam Imam Nawawi, seorang ulama besar Islam, ulama kenamaan mazhab Syafii pada abad ke-7. Selengkapnya Categories Wahabi Similar Videos Comments 0 Comments 0 komentar Jgn Lupa Baca Sholawat..
makam imam nawawi di bom